Kamis, 05 Desember 2019

POLITIK PENCITRAAN" MENCUCI TANGAN BERDARAH, TIDAK MENYEMBUHKAN LUKA BATIN.


[Jumat, 6 Desember 2019 - Pukul, 13:00 WPB]

Politik Pencitraan, Bumbu Penyedap Kekuasaan

Knpbnews: Gaya politik pencitraan memang sangat menonjolkan "tampilan luar", yaitu gaya berpidato, ekspresi emosional, pandai bersandiwara, menarik simpati publik, dan pintar membeberkan angka-angka fantastis. Ketika sedang berpidato di depan publik, maka penampilannya akan seperti pemain sinetron yang pintar mengundang air mata penonton, ataupun "tukang jual obat" yang pintar menipu calon pembeli.

Politik pencitraan (imagologi politic) seakan telah melekat pada diri Presiden YOKO WIDODO. Semenjak awal kenaikannya di tampuk kekuasaan, YOKOWI cakap  memerankan politik pencitraan hingga terbangun citra yang meraih empati sekaligus simpati dari publik.

Sejak awal, kelebihan Presiden YOKO WIDODO terletak pada pencitraan. Ia mengelola sindiran PRABOWO, NATALIUS PIGAY, HARIS AZHAR, ROKY GERUNG di penghujung pemerintahan dalam kekuasaannya, sebagai kekuatan. Ia menjadi sosok pemimpin idaman, pelembut namun mematikan, hingga banyak rakyat menaruh simpati kepadanya. Hasilnya, ia sukses saat berlaga pada pemilihan dan pelantikan presiden, jilid dua berjalan aman dalam duka batinnya hampir seantero Orang MELAYU-indonesia dan MELANESIA-West Papua.

Seorang filsuf berkebangsaan Jerman Friedrich Nietzhe pernah berucap "Tuhan telah mati". Kini dalam nada yang hampir sama, Politisi yang naik ke podium dan mengucap "pencitraan telah mati". Pencitraan disini adalah pola kampanye yang hanya mengandalkan kampanye udara tanpa pernah menjejakkan kaki ke tanah.

Melihat fenomena ini, saya selalu senang untuk membandingkannya dengan presiden yang digelari si tangan besi, Margareth Thatcher. Sebelum memasuki pertarungan pemilu presiden, khalayak dan jurnalis mengenal Thatcher sebagai sosok perempuan keras, reaksioner, dan penuh kemewahan. Dia sendiri adalah istri seorang jutawan inggris. Dialah orang yang mencabut kebiasaan susu gratis untuk anak-anak sekolah dasar.

Ditangan seorang produser TV terkenal, Gordon Reece, Thatcher mulai berubah menjadi seorang yang berbicara lembut, aksen bicaranya sangat teratur, hingga akhirnya terpilih menjadi pemimpin kharismatik partai konservatif, partai Tory. Atas nasihat Reece, dia mulai mengubah potongan rambut, gaya berbusana, menggunakan sarung tangan, dan berjuang keras menurunkan nada dan tempo suaranya. Pemilih inggris memilih Margareth Thatcher, sang ibu rumah tangga superstar, menjadi perdana menteri pada tanggal 4 Mei 1979.

Demikian pula dengan YOKOWI, yang sejak mengawali periode pertama kekuasannya di tahun 2014, dia sudah mengandalkan politik pencitraan sebagai strategi politik utama dalam memelihara kekuasaannya. Pada masa awal pemerintahaannya, dia berusaha membangun dan menemukan pola komunikasi politik diluar keumumam atau kelaziman protokoler politik era rejim sebelumnya, terutama dengan menggunaka media (cetak, elektronik, dan online). Dia seolah-olah membawa tradisi berpolitik baru. Ketika kebijakannya diserang oposisi, dia segera mencuri start untuk menjelaskan panjang lebar di media TV dan cetak, Oleh sekian banyak juru bicara, juru kampanye, Juru penyebar hoax, para jendral sekalipun menjadi aktor intelectual di balik kebijakan, khususnya mengenai ketidaktahuan oposisi akan "maksud baik" kebijakannya.

Faktor penting lain yang menentukan kualitas kinerja pemerintah adalah kepemimpinan Presiden YOKOWI. Problemnya, gaya kepemimpinan Presiden, meskipun telah dikritik berbagai pihak, relatif tidak berubah. Politik pencitraan tetap mewarnai dan bahkan cenderung mendominasi gaya kepemimpinan YOKOWI hari ini. Harapan publik akan munculnya terobosan-terobosan baru dalam kebijakan pemerintah tidak kunjung terjadi.

Mengenal Konsultan Pencitraan di Indonesia.

Era politik kemasan ini menjadi ladang bisnis baru bagi sejumlah konsultan pencitraan. Rizal Mallarangeng adalah pendiri perusahaan konsultan strategi dan politik Foxindonesia. Dia mengatakan, biaya untuk menjangkau kesadaran publik melalui media massa berkisar Rp 1-Rp 5 per kapita. Jika menggunakan pawai, Panggung Gereja (KKR Rohani), Layanan Sosial - Pengobatan gratis, pembagian makanan gratis dll atau sejenisnya, biayanya membengkak menjadi Rp 1.000 sampai tak terhingga per kapita.

Politik Pencitraan, Sebuah Pembohongan.

Konsep politik yang bermoral pun mengajarkan untuk berhindar dari kebohongan. Politik memang sering merupakan pesta janji. Ketika janji itu sulit untuk ditepati, politik kebohonganlah yang sering terjadi. Politikus sering mencari alat-alat pembenaran untuk membingkai kebohongannya; mengesankan ketepatan janjinya. Inilah teori politik pencitraan yang keliru.

Namun, terkadang, kita berjanji tidak mengukur kemampuan, karena janji kita berpamrih. Banyak politikus berjanji karena ingin dipilih, sehingga janjinya muluk-muluk, terkadang tidak realistis. Bagi politikus, ingkar janji tidak hanya dosa, tetapi melorotnya citra. Ketepatan janji adalah salah satu strategi politik pencitraan. Namun, untuk memenuhi strategi itu, terkadang bohong dilakukan. Padahal politik pembohongan kontraproduktif dengan politik pencitraan.

Hampir setiap permasalahan yang timbul selalu mendapat respon dari pemerintahan YOKOWI  dalam waktu yang cukup singkat. Tidak ada satupun masalah yang menyita perhatian banyak orang yang berhasil lewat dari jangkaun perhatian kepala negara. Semua persoalan itu kemudian dibungkus rapi dengan berbagai pandangan dan argumen yang tidak jarang membuat masyarakat terlena akan sikap responsive kepala negara.

Hanya sayangnya, sikap responsive itu nampaknya hanya sekadar lips service belaka. Presiden Jokowi seolah begitu respect dengan beban dan penderitaan banyak pihak. Namun realita yang ada justru tidak menunjukkan adanya langkah konkrit yang dapat merubah keadaan menjadi lebih baik. Justru yang muncul kemudian adalah sikap pembiaran dan terkesan lepas tangan. Seolah fungsi kepala negara hanya sekadar memberi komentar tanpa diikuti dengan tindakan dan langkah konkrit dalam mengurai berbagai persoalan yang ada.

Terlalu banyak contoh kasus yang dapat dimunculkan ke permukaan untuk membenarkan sikap pemerintahan saat ini yang penuh dengan tipu daya. Lihat saja misalnya upaya penyelesaian berbagai kasus pelangaran HAM di tanah Papua, Upaya pengusutan secara tuntas terhadap Pelaku (aktor) ujaran RASIS di surabaya, dll yang hampir dalam setiap momen selalu didengung-dengungkan pemerintah.

Mafia peradilan, mafia pajak, mafia pertambangan, mafia genosida terhadap Orang Asli Papua adalah beberapa kasus yang mendapat sorotan tajam saat ini. Dalam perkembangannya, kasus-kasus yang demikian sudah lumayan marak yang dimejahijaukan. Namun sayangnya, dalam proses penuntasannya justru digantung ditengah jalan. Hampir belum ditemukan kasus-kasus yang sudah mendapat penuntasan secara riil.

Mencermati perkembangan politik yang diusung pemerintah saat ini, justru yang menonjol adalah budaya pencitraan diri dan membangun pamor serta popularitas di balik kebohongan dan tipu muslihat. Aroma pencitraan itu begitu tercium dengan jelas ketika berbagai program yang didengungkan justru tidak ada yang berhasil mencapai titik kesuksesan. Pemerintah hanya lihai dalam beretorika, tetapi dalam tatanan implementasi justru mandul dan tidak mampu memberikan harapan kepada publik.

Pendek kata, karena politik pencitraan hanya menonjolkan tampilan luar, maka dengan mudah pun ia akan tersingkap. Selain hukum waktu yang akan berbicara, hembusan angin kritis dari rakyat pun bisa menyingkapnya.

Rakyat terdidik wajib berpolitik dalam komando rakyat itu sendiri. Tunduk tertindas atau bangkit Melawan. Lawan semua bumbu manis diatas Luka batin Kita, Jangan lagi kita terlenah, Kembalikan dirimu kepada Posisi Normal, Sadar, Paham, Bangkit, Bersatu dan Lawan.

 Silahkan melihat Foto-foto simbol Pencitraan (mencuci tangan berdarah, mulut berdarah paskah menelan korban berdarah di Papua Barat)

Hormat.
Salam RevoLusi....!!!

MABES KNPB SECTOR PUTRI CENDRAWASIH.
Jumat, 6 Desember 2019. Pukul 13:00 WPB

                   

[Warpo Sampari Warik Wetipo]
        Ketua I KNPB Pusat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar